Wednesday, April 15, 2009

Seks Suci???

Oleh: Sa Mahardika
Edit oleh: B.S. Wiratama


Manusia pasti sudah punah kalau tak ada seks. Berkat seks manusia punya kreativitas untuk menyatakan rasa sayang, melampiaskan rasa dan mengekspresikan suasana hatinya. Mungkin itu sebabnya, seks selalu dikaitkan dengan gelegak, keinginan yang meletup-letup, dan ledakan yang lama terpendam. Begitu luas dan mendalamnya seks, sehingga ia banyak membawa keagungan, namun tak jarang juga membawa aib.

Seks tak pernah cukup dipandang dari satu sudut. Ia punya banyak sisi, ia hangat, menggairahkan, kalau diperbincangkan. Yang membahas seks secara terang-terangan, sama banyak dengan yang membicarakannya bisik-bisik dan sembunyi-sembunyi. Pandangan tentang seks pun menjadi tidak seragam, tergantung pandangan seseorang dan sudut pandang acuan dan pengalaman mereka. Pengalaman itu bisa fisik atau batin. Banyak orang mengaku cukup menikmati seks dalam fantasi. Bagi banyak orang seks itu adalah sesuatu yang suci. Orang lain menyatakan sesuatu yang kotor, menjijikan. Seks hanya semata media berkembang biak, sehingga begitu menikmati seks maka dapat dikatakan bahwa tingkah laku manusia tidak beda dengan tabiat hewan.

Jika memandang sebagai sesuatu yang sakral, seks yang benar dinyakini melahirkan manusia-manusia bijak. Zaman apa pun membutuhkan manusia bijak. Sebab perubahan arah bisa terjadi setiap waktu dan di sana manusia bijak menjadi pemimpin yang adil, mempertahankan zaman yang baik, mengembalikan waktu ke saat yang benar.

Setiap umat beragama tentu memiliki prilaku seks yang baik. Jika kemudian prilaku itu menyimpang tidak karuan, banyak persoalan yang mempengaruhi. Sesuai dengan perkembangan peradaban, seks berkembang menghasilkan persoalan-persolan baru.
Dulu, orang tua menginginkan anak-anak mereka belajar agama dan tata krama, agar terhindar dari prilaku seks menyimpang. Seks yang menyimpang itu misalnya, seks pranikah dan termasuk di dalamnya penyimpangan orientasi seksual, yang dilarang agama. Umat selalu diingatkan agar melangkah di jalur yang meletakkan seks pada tempatnya. Sesuatu yang dibolehkan untuk dinikmati ketika saatnya tiba. Ajaran agama sesungguhnya cukup panjang lebar menjabarkan bagaimana seyogyanya seks diserapi dan dilakoni.

Ditahun 1960an, gadis usia enam belas tahun masih sekolah hamil, dipandang sebagai gempa hebat. Tak ada pilhan lain bagi perempuan itu dan keluarganya selain menerima aib berkepanjangan. Sekarang, peristiwa semacam itu acap terjadi, dan orang cuma menggosipkannya sekilas. Karena tak lama lagi, lusa atau pekan depan, peristiwa semacam itu akan mencul kembali. Yang lewat pun terlupakan.

Apakah dengan begitu orang masih memandang seks sebagai sesuatu yang suci? Para orang tua sekarang mengeluh, seks yang dilakukan sebelum pernikahan telah menjadi komoditi kenikmatan anak muda. Seks tak lebih dari rekreasi atau untuk enjoy aja!!! (seperti selogan iklan suatu produk rokok). Adakah sesuatu yang salah jika hal semacam itu terjadi? Apa karena ajaran agama tentang seks yang benar tak pernah lagi dikumandangkan lagi atau karena perubahan cara berpikir sudah begitu jauh? Banyak faktor yang mempengaruhi ini, kecenderungan orang telah memilih gaya seperti ini sebagai suatu tren menu berpacaran yang “wajib” dinikmati.

Jika diliat dari segala persepsi: kajian moral, agama dan ilmu pengetahuan, mengungkapkan seseorang anak menjadi suputra (istilah Bali= anak yang baik), anak yang hebat, tidak semata karena faktor genetis atau bagaimana anak itu “diciptakan” oleh kedua orang tuanya. Lingkungan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengetahuan semacam ini bisa melahirkan pandangan baru, bukankah kalau hubungan intim dilakukan berdasarkan suka sama suka akan menghasilkan anak yang baik?

Mengarahkan manusia untuk berprilaku seks yang baik, benar, dan sehat, jelas tak mudah. Banyak tantangan harus dihadapi. Yang bertugas menghadapi tantangan ini tentu tidak semata mereka yang fanatik menjaga kesucian prilaku seksual umat manusia, juga para ilmuan yang bisa menjelasan prilaku seks yang baik secara ilmiah. Sebab prilaku seks tak semata masalah moral, juga fisik. Aktifitas seks bisa berawal dari fantasi, kemudian seseorang duduk di depan layar komputer, klik..klik…klik…lalu bertemu site seseorang di dunia maya internet. Mereka berkomunikasi, berjanji untuk bertemu, sebelum melangkah ke aktivitas seks.

Zaman kini, seks menjadi sesuatu yang sangat gampang dan gampangan. Karena itu mudah menciptakan bencana. Artinya tugas orang-orang untuk mempertahankan paham bahwa seks sesuatu yang suci, semakin berat. Apapun alasannya, seks sudah menjadi tren yang menjamur dan sudah menjadi lumrah bagi semua orang. Tidak ada alasan yang tepat untuk membolehkan atau menentang hubungan seks di luar nikah atau penyimpangan orientasi seksual ini. Yang penting, lakukan dengan aman dan bertanggungjawab… SAVE SEX is better…

No comments:

Post a Comment

Search This Blog