Tuesday, July 29, 2008

Jangan Melukai Hati Sahabat Anda

By: Ir. Silakumaro Tonny Coason

Rewritten and edited by: B. Sagita W.

Published on: Inspirasi 4 Dimensi


Seorang ayah hidup bersama seorang anaknya yang memiliki sifat pemarah dan suka berbicar kasar. Si ayah sudah berulang kali mengajari anaknya agar lebih bersabar dalam pergaulan, namun anaknya masih terus hidup dalam kebiasaan buruk.

Suatu ketika, si ayah memanggil anaknya dan memberi nasehat.Anakku, memarahi dan berbicara kasar kepada orang lain itu bukan sifat yang terrpuji. Cobalh kamu hitung, berapa banyak kamu memarahi atau kasar terhadap sahabatmu. Setiap kali kamu marah, ambil sebuah paku ini dan tancapkan ke tiang pagar di belakang rumah kita dan disetujui oleh anaknya.

Mulai saat itu, setiap selesai marah, anak tersebut datang ke belakang rumah dan menancapkan sebatang paku. Lama-kelamaan, tiangnya hampir penuh dengan paku. Lalu, si ayah memanggil kembali anaknya dan menasehati.

Anakku, marah itu tidak ada gunanya. Kendalikanlah emosimu. Kalau kamu bisa menahan emosi, kamu tak akan marah. Saat itu, kamu berhasil mengalahkan kebiasaan buruk kamu. Datanglah ke belakang rumah, lalu cabutlah sebuah paku. Ayah yakin, dengan keinginan yang kuat, kamu akan bisa menghabiskan semua paku.”

Begitulah, anak itu terus berusaha mawas diri. Setiap emosinya mulai meningkat, dia berusaha mengendalikannya sehingga tidak menjadi marah. Setelah itu, ia datang ke belakang rumah dan mencabut sebuah paku dari tang pagarnya.

Dari hari ke hari, anak itu terus berlatih. Meskipun kadang-kadang dia masih harus menambah sebuah paku Karena amarah, tetapi dia lebih banyak mencabut paku karena berhasil menahan nafsu. Lama-kelamaan paku di tiang pagarnya habis tercabut semua. Anak itu gembira dan mendatangi ayahnya.

“Ayah, aku telah berhasil menahan emosiku. Semua paku telah tercabut habis.”

Anakku, ayah bangga punya anak seperti kamu. Kamu telah menunjukkan suatu perjuangan yang sangat hebat dalam dirimu sendiri. Sangat menakjubkan anakku. Namunkamu bisa melihat tiang pagar kita, masihkah di sana ada lubang bekas paku?”

Ada ayah, banyak lubangnya.”

Begitulah anakku, meskipun kamu sudah mencabut semua paku, di tiang itu masih berbekas lubang-lubang paku. Demikian pula, setiap orang yang kamu marahi, meskipun kamu bisa meminta maaf dan memperbaiki kekeliruanmu pada mereka, namun hati mereka sempat terluka dan berbekas. Oleh karena itu, sesungguhnya lebih baik tidak berbuat kesalahan daripada memperbaiki kesalahan.”

Ayah itu memeluk anaknya dengan penuh cinta dan kebanggaan



No comments:

Post a Comment

Search This Blog