Friday, November 29, 2013

Yakin bahwa anak anda cerdas???

Oleh: B. S. Wiratama
(ditulis ulang dalam Bahasa Indonesia)

Siapa sih orang tercerdas di dunia ini???
“Albert Einstein? Sir Isaac Newton? Archimedes? Leonardo Da Vinci? B.J Habibie? Bill Gate? Obama? Sri Mulyani? Mozart? Lionel Messi? Saya? Anda?”

Sesungguhnya, kita tidak tahu apa parameter yang bisa digunakan untuk mengukur dan menentukan pemenang dari kategori di atas. Banyak hal yang harus dilihat sebagai penentu dari tingkat kecerdasan seseorang…

Prolog di atas menunjukkan bahwa setiap orang memiliki skill, kompetensi dan talentanya masing-masing. Diperlukan kajian lanjutan untuk mengetahui bagaimana mengembangkan dan mengukur kesumberdayaan seseorang berdasarkan penentuan kualifikasi-kualifikasi tertentu yang menggambarkan kompetensi dan kecerdasan individu. Metode termuktahir yang digunakan dalam rangka penelitian ini adalah menentukan apakah kecerdasan (baca: inteligensi) itu sebenarnya. Secara konvensional, inteligensi didefinisikan sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang dengan pengklasifikasian berdasarkan kualifikasi yang berfokus pada kompetensi bidang bahasa dan matematika. Seseorang dikatakan cerdas atau pintar jika “jago” dalam berbahasa, terutama berbahasa asing, dan atau berhitung. Namun di era sekarang, definisi ini tidak dapat berlaku lagi karena kecerdasan seseorang tidaklah hanya ditentukan pada “kehebatan” dalam satu atau dua bidang pelajaran saja.
Inteligensi didefinisikan sebagai kompetensi dalam pemecahan masalah dan penciptaan suatu karya yang mengandung nilai-nilai budaya (Hoerr. 2007). Sehingga, bukan hanya individu dengan tingkat kemampuan berbahasa dan matematika yang tinggi sajalah yang dapat disebut sebagai anak cerdas, melainkan lebih luas dari itu yaitu seseorang dengan kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan suatu produk (baca: karya) yang layak disebut sebagai seorang intelektual. Dalam pengertian luasnya, semua orang memiliki kemampuan dan kompetensi khusus sesuai dengan kualifikasinya masing-masing. Definisi inteligensi modern ini dicetuskan oleh Horward Gardner, dimana Gardner menyusun beberapa kriteria untuk menentukan kualifikasi-kualifikasi yang membangun inteligensi-inteligensi tersebut. Kriteria-kriteria tersebut difokuskan pada kemampuan pemecahan masalah, penciptaan karya, dan pertimbangan terhadap aspek-aspek dasar inteligensi secara biologis dan psikologis (Hoerr. 2007). Jika dibandingkan dengan konsep inteligensi tradisional yang bertumpu pada pengetahuan dan kualifikasi yang stagnan, konsep inteligensi Gradner ini bersifat lebih progresif dan lebih berkesesuaian untuk diaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Sehingga berdasarkan definisinya, Gardner berkesimpulan bahwa terdapat banyak inteligensi yang bisa dimiliki dan berkembang pada seorang individu. Inteligensi-inteligensi inilah yang kemudian dikenal dengan nama Kecerdasan Majemuk (baca: Multiple Intelligences).

Teori Kecerdasan Majemuk adalah teori tentang inteligensi individu yang terdiri dari pelbagai aspek. Teori ini merupakan studi lanjut dari teori Intelligence Quotient (IQ). Perlu dicermati juga bahwa Gardner bukanlah satu-satunya ahli yang mengembangkan teori inteligensi kompleks. Beberapa pakar yang mengembangkan teori inteligensi kompleks, diantaranya (1) J.P. Guilford yang merumuskan Intelligences Structure, (2) Robert Sternberg dengan Triarchic Theory of Intelligences, (3) Daniel Goleman dengan Teori Emotional Quotient (EQ), dan (4) Robert Coles yang merumuskan Morale Quotient (SQ). Teori-teori tersebut meyakini bahwa inteligensi adalah sebuah kapasitas dengan berbagai segi dan sudut pandang. Sedangkan, Model Gardner ini lebih pada penekanan dasar kajian ilmiah dan implikasinya pada pendidikan (Hoerr.2007).

Kecerdasan Majemuk oleh Horward Gadner ini terdiri dari 9 bentuk kecerdasan yang terdapat pada seorang individu. Inteligensi-inteligensi tersebut adalah (1) Kecerdasan Berbahasa (Language Intelligence). Kecerdasan ini berfokus pada kemampuan memahami makna, kosa kata, dan penyusunan kata-kata. Contoh aktivitas yang menunjukkan kecerdasan ini antara lain membaca buku, bersajak, membaca puisi, dan menulis artikel. Beberapa orang yang menunjukkan kemampuan di bidang ini, antara lain Winston Churchill, Doris Kearns Goodwin, Barbara Jordan. (2) Kecerdasan Logika Matematika (Logical Mathematics Intelligence). Kecerdasan ini berfokus pada kemampuan pemecahan/pengenalan relevansi/argumentasi, identifikasi pola, deret, urutan, dan tahapan-tahapan. Contoh aktivitas yang menunjukkan kecerdasan ini antara lain berhitung, analisis bisnis, penentuan pola urutan, dan sebagainya. Beberapa orang yang menunjukkan kemampuan di bidang ini, antara lain Bill Gates, Stephen Hawking, Benjamin Banneker. (3) Kecerdasan Bermusik (Musical Intelligences). Kecerdasan ini berfokus pada kemampuan pengindentifikasian nada, melodi, irama/ketukan/tempo. Contoh aktivitas yang menunjukkan kecerdasan ini, antara lain bernyanyi pada nada yang tepat (tidak sumbang), memainkan alat musik, membaca notasi/tempo lagu. Beberapa orang yang menunjukkan kemampuan di bidang ini, antara lain Ray Charles, Harry Connick Jr., Carly Simon. (4) Kecerdasan Kinestetik Tubuh (Bodily Kinesthetic Intelligence). Kecerdasan ini berfokus pada kemampuan pada gerak tubuh, keterampilan menggunakan bagian tubuh dan memegang suatu benda. Contoh aktivitas yang menunjukkan kecerdasan ini antara lain berolahraga, menyelesaikan puzzle, bermain games, mampu menggenggam benda dengan benar, seperti memegang gunting, dll. Beberapa orang yang menunjukkan kemampuan di bidang ini, antara lain Mia Hamm, Michael Jordan, Michelle Kwan, Christiano Ronaldo. (5) Kecerdasan Spasial (Spatial Intelligence). Kecerdasan ini berfokus pada kemampuan pengamatan dan kecintaan pada lingkungan yang ditunjukkan dengan kemampuan membuat dan memperhatikan aspek-aspek yang ada pada suatu lingkungan. Contoh aktivitas yang menunjukkan kecerdasan ini antara lain mampu membaca peta/denah secara benar, melakukan kegiatan dekorasi interior atau eksterior. Beberapa orang yang menunjukkan kemampuan di bidang ini, antara lain Mary Engelbreit, Maya Lin, Frank Lloyd Wright. (6) Kecerdasan Naturalis (Naturalist Intelligence). Kecerdasan ini berfokus pada kemampuan pengidentifikasian dan pengklasifikasian berbagai jenis spesies pada tumbuhan dan atau hewan serta habitat masing-masing. Contoh aktivitas yang menunjukkan kecerdasan ini antara lain mampu menyebutkan nama binatang secara tepat, suka bercocok tanam, dan berkebun. Beberapa orang yang menunjukkan kemampuan di bidang ini, antara lain Charles Darwin, Jane Goodall, George Meriwether Lewis. (7) Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligence). Kecerdasan ini berfokus pada kemampuan memahami dan mengerti sesama/orang lain serta penciptaan hubungan dengan orang lain, seperti pertemanan, percakapan, dan sebagainya. Contoh aktivitas yang menunjukkan kecerdasan ini antara lain memimpin orang lain, melakukan negosiasi dengan orang lain, mampu memulai komunikasi dengan orang asing dan mampu bercakap-cakap dengan nyaman bersama orang asing. Beberapa orang yang menunjukkan kemampuan di bidang ini, antara lain Colin Powell, Martin Luther King Jr., Deborah Tannen. (8) Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence). Kecerdasan ini berfokus pada kemampuan mengendalikan emosi pada diri, pemahaman terhadap diri sendiri dan orang lain. Contoh aktivitas yang menunjukkan kecerdasan ini antara lain menunjukan keantusiasan dalam berdiskusi dengan diri sendiri, instrospeksi diri, dan refleksi terhadap diri. Beberapa orang yang menunjukkan kemampuan di bidang ini, antara lain Anne Frank, Bill Moyers, Eleanor Roosevelt. (9) Kecerdasan Eksistensial (Existential Intelligence). Kecerdasan ini berfokus pada sensitivitas dan kapasitas dalam memaknai filsafat hidup, keberadaan manusia, seperti makna hidup, mengapa orang-orang meninggal, dan berfilosofi terhadap suatu hal. Contoh aktivitas yang menunjukkan kecerdasan ini antara lain kemampuan mengungkapan suatu filsafat, berfilosofi, mengemukakan suatu pandangan dan paradigma. Beberapa orang yang menunjukkan kemampuan di bidang ini, antara lain Plato, Dalai Lama, Gus Dur (Jasmine. 2007; Hoerr. 2007; Thirteen ed online, 2004).

Teori Kecerdasan Majemuk oleh Howard Gadner ini banyak diadopsi dalam bidang kependidikan karena teori ini menawarkan sebuah model untuk mengambil langkah dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan pemikiran dan keyakinan pada seorang pendidik bahwa “semua siswa adalah unik dan memiliki talenta dan kecerdasannya masing-masing”. Sebagai seorang pendidik, orang tua dan para
pengajar harus meyakini bahwa inteligensi-inteligensi ini selalu berkembang dan semua anak memiliki kecerdasan yang dapat dilatih dan dikembangkan. Sehingga, para pendidik yang mengaplikasikan Teori Kecerdasan Majemuk ini diharapkan dapat mendorong dan memotivasi anak didiknya untuk menggunakan dan mengembangkan inteligensi dan kompetensinya dalam memecahkan masalah dan menciptakan suatu karya berdasarkan aspek-aspek artistiknya. Inteligensi-inteligensi ini sangat diharapkan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan diiringi sebuah pengharapan agar anak-anak dapat meraih cita-citanya di masa yang akan datang. Sehingga, mari membangun paradigm untuk tidak “melabel” anak didik kita pada klasifikasi anak pintar ataupun anak bodoh lagi. Mari kita beri mereka kepercayaan dan memfasilitasi mereka dan yakinilah bahwa mereka semua adalah anak-anak pintar dengan kecerdasannya masing-masing.

* Tulisan ini telah dimuat di blog ini pada tanggal 31 Augustus 2011 dalam bahasa Inggris. Tulisan ini diubah dalam Bahasa Indonesia sehubungan tulisan ini dimuat dalam SHIBLink (Sekolah HighScope Indonesia-Bali in Link) dalam 2 edisi, yaitu edisi II, bulan Maret 2014 dan edisi III, Oktober 2014.
** Sumber gambar: (1) http://edtechreview.in/dictionary/473-what-are-multiple-intelligences;(2) http://amfreund.info/2012/02/08/infographic-multiple-intelligences-2;(3) http://sitemaker.umich.edu/356.martin/home.


No comments:

Post a Comment

Search This Blog