Thursday, September 7, 2017

Waktu itu tidak ada tepat waktunya...

Ditulis dan diedit oleh: B.S. Wiratama


Bulan Agustus lalu, cerita tentang Mata Najwa cukup menarik perhatian banyak orang. Bukan karena tendensius atau bagaimana, namun memang harus diakui bahwa acara Mata Najwa adalah salah satu yang terbaik dan banyak memberikan inspirasi. Namun, Agustus adalah Agustus penghabisan, demikian tulis Najwa Shihab, tuan rumah Mata Najwa. Sepertinya, tidak bisa ditawar kembali rasanya, agustus adalah agustus penghabisan bagi Mata Najwa sekaligus bagi tuan rumahnya, Najwa Shihab. Tayangan terakhir Mata Najwa diberi tajuk Catatan Tanpa Titik sangat memicu antusias banyak penontonnya untuk menyaksikannya. Berikut kutipan dari catatan Mata Najwa yang dibacakan di episode terakhirnya.

Catatan Tanpa Titik
Tiap orang bisa merencanakan tujuan,
Namun sulit menerka akhir perjalanan,
Yang bisa dilakukan selekasnya melangkah,
Dengan derap yang tak boleh setengah-setengah,
Berucap syukur pada-Nya,
Sepanjang jalan yang terus menyerta,
Menghayati keindahan tanah air,
menghirup keragaman yang tak boleh berakhir,
Namun mustahil terus menerus berlari,
Pemahaman kadang muncul saat berhenti,
Waktunya mengambil jeda beberapa saat,
Agar riwayat tak lekas tumpat pedat,
Memahami perubahan yang begitu cepat,
Menjaga saujana agar terus terlihat,
Menyegarkan lagi khidmatnya menjadi Indonesia,
Siapa tahu dapat berbagi hal yang berharga,
Jika saatnya bergerak sudah menjelang,
Mata Najwa niscaya kembali datang,
Menyongsong segala yang akan tiba,
Dengan derap yang semoga lebih bertenaga,
Berkarya dengan sepenuh daya,
Sembari memberi makna walau dalam jeda
- Catatan Najwa -"

Iya, hidup harus terus berjalan. Pergerakan juga tetap perlu berjeda dalam bergerak. Najwa Shihab dengan nama besarnya sekalipun juga butuh berjeda dalam bergerak dan hal itu sangat wajar dan manusiawi sekali. Mata Najwa yang sudah 7 tahun dan Najwa Shihab dengan masa kerja yang sudah 17 tahun sudah mencapai titik jenuhnya, sebut saja begitu. Kenapa begitu? Karena kita tidak berhak berasumsi atas hidupnya Mbak Nana (panggilan akrab Najwa Shihab), entah beliaunya ditekan atau memang beliaunya sendiri yang menginginkannya. Apalagi polemiknya muncul setelah penayangan episode live terakhir yang mengangkat kasus korupsi besar yang bertajuk "Ekslusif bersama Novel Baswedan".

Najwa Shihab... iya, itu Najwa Shihab, reporter pertama di stasiun TV swasta tempat beliau bertugas. Kalau Mbak Nana menyebut agustus adalah agustus penghabisan. Hampir mirip dan serupa. Bagi saya, November juga serupa dengan itu. Sudah 6 tahun diberikan amanah mengemban tugas. Amanah untuk mengabdi dan melayani. Saya rasa dua periode pengabdian dan pelayanan itu juga sudah cukup sehat bagi saya untuk mengemban amanah tersebut. Justru saya lega dengan ini. Jika saya melakukannya melebihi dari itu, mungkin akan menjadi rutin saja yang harus dijalani. Masuk pagi, kerja, terus pulang. Ya sudah, segitu aja... rutin. Selain itu, sudah sebaiknya estafet ini diteruskan, semua orang berhak dan berkesempatan untuk juga mencapai pencapaiannya dalam diri dan belajar. Setiap bintang punya masanya bersinar. Masih banyak tantangan seru lainnya yang bisa kita kembangkan untuk mengasah dan menempa diri kita agar layak bermanfaat. Sebut saja, mencapai titik jenuh, di luar apapun yang terjadi sebenarnya. Biar hanya saya dan Tuhan saya yang mengetahuinya dan mempersilakan kepada yang berwenang untuk melakukan fungsinya, sementara saya tetap bisa fokus berkarya baik bagi diri, keluarga, dan lingkungan sekitar saya.

Berkarya itu dapat dilakukan dimana saja. Berkaryalah, jangan hanya bekerja. Kalimat yang saya cetuskan di tahun 2013 ini adalah semacam nafas bagi saya. Percaya saja, bahwa berkarya itu adalah sebuah kebaikan yang harus terus dilakukan meski harus menjaminkan diri sebagai konsekuensinya. Berkarya baik itu adalah usaha menempa diri untuk melatih diri menjadi pemimpin yang baik juga. Pemimpin itu adalah orang yang sudah "selesai" dengan dirinya. Selalu berkarya, selalu bersemangat, dan tentunya harus selalu bermanfaat bagi sekeliling. Harus merdeka dalam berkarya, bebas dari tekanan siapapun dan apapun. Saya harus berikan penekanan khusus untuk kalimat terakhir ini... Iya, kita harus MERDEKA dalam BERKARYA...

Selalu juga ingat untuk selalu berucap syukur untuk semua anugrah yang telah dilimpahkan dan proses belajar yang telah dialami. Biarkan harmonisasi kondisi lingkungan di sekitar kita tetap terjaga, meski harus menimbulkan perdebatan di dalam raga. Biarkan juga metronomnya terus berdetak, agar irama lagunya tetap merdu sesuai tempo dan mampu bersenandung tidak memekakan telinga...




2 comments:

  1. Diriku sedang di persimpangan antara ya dan tidak.
    Makasih yah diingatkan untuk berkarya dan jangan hanya bekerja.
    Saya setuju, kita harus MERDEKA untuk BERKARYA.

    Terus menulis, Pak Budhi!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waktu itu tidak ada tepat waktunya, kapanpun hal itu terjadi, saat itulah waktu yg tepat... Terus berkarya, Bi... Engkau pasti bisa... I believe you can do it \m/.

      Delete

Search This Blog